SYSN Factor dan Reborn UNS: Sebuah Perspektif

Perubahan penting – setidaknya saya memandangnya demikian – terjadi dalam jejaring system manajemen Rumah Besar kita pada penghujung tahun ini. Professor Yunus dan Professor Nurkamto berturut-turut mendapat amanah untuk menciptakan breakthrough di Sekolah Pascasarjana dan LPP. Kenapa saya menyebutnya penting, karena dalam perspektif saya, Sekolah Pascasarjana dan LPP adalah dua simpul utama dalam Sistem Inovasi besar UNS.

Jika berbincang indikator kinerja utama universitas, maka Sekolah Pascasarjana bersama LPPM merupakan jangkar dari Kapal Besar dalam akrivitas conduct of science untuk menggapai science and technology outcomes dari aktivitas tridharma produktif dan terpadu yang [harus] dibangun UNS.

Usia dua belas tahun Sekolah Pascasarjana serta tuntutan kegemilangan dalam sumbangan terhadap publikasi internasional tentu merupakan salah satu tantangan tak mudah bagi Professor Yunus. Tentu saja menjadi tidak fair jika persoalan ini semata kemudian dikategorikan sebagai tantangan personal  Direktur baru. Masalah di Sekolah Pascasarjana harus dilihat sebagai persoalan universitas. Meski memang benar bahwa menggeser perspektif dari pola berkreasi secara berkesendirian ke manajemen kelompok dalam grup riset memerlukan proses penyelarasan yang memakan energy besar sekali gus kemampuan kemimpinan yang kuat (strong leadership) pemimpin baru.

Di sisi lain, sejauh ini LPP telah bergerak dalam pusaran yang menguat terutama jika dikaitkan dengan domain pengembangan profesionalisme dan instrumen unjuk kinerja dosen. Tantangan terbesarnya adalah membangun ‘sebuah sistem’ yang dengannya setiap scholar merasa nyaman untuk memenuhi segenap konsekuensi dari harkat sebagai pendidik professional.

Saya memandang bahwa salah satu tantangan terbesar Professor Nurkamto berada pada penciptaan dorongan yang berkenyamanan itu. Pertimbangan yang mendasari pandangan ini sederhana saja. Jika kita berbincang konsep tridharma produktif terpadu, maka setiap scholar tentu akan bersepakat pada azas bahwa proses pembelajaran [di kelas] yang baik merupakan modal hebat untuk conducting research, dan sebaliknya riwayat riset yang baik pasti akan memperkaya proses pengajaran sekali gus dapat menyediakan modal solusi yang bermanfaat untuk persoalan publik dan atau industry.

Pada tataran inilah kemudian muncul tuntutan keselarasan dalam irama berkreasi antara LPPM, Sekolah Pascasarjana dan LPP dalam perspektif manajemen bersinergi yang dikawal Pembantu Rektor I.  Pencapaian indikator kinerja utama Universitas Sebelas Maret suka tidak suka jelas menuntut migrasi total dalam cara kita berkreasi. Riwayat berprestasi kita sangat jelas menggambarkan pola sistem Pareto. Indeks terukur selama ini sejatinya merupakan sumbangan tidak lebih dari dua puluh persen scholar yang telah memiliki pusaran berkreasi yang dapat dikata mulai established.

Selebihnya dari delapan puluh persennya, sebanyak sekitar dua puluhan persen dapat dikata ‘tertidur’ dalam waktu yang lama dan enam puluh persen sisanya bergerak dalam riak yang relatif kecil namun sangat berpotensi untuk ditumbuhkan.

Saya memandang bahwa kejayaan akan terbangun jika kita semua berselaras membalikkan fakta itu, berubah dari Pareto kepada Long Tail Innovation Perspectives. Nilai-nilai dasar dalam semboyan Mangesti Luhur Ambangun Nagoro yang kemudian kini disandingkan dengan akronim UNS Active – jika memang Active ini merupakan ‘warna darah’ yang kita pilih dan pahami bersama – harus menjadi pendorong untuk munculnya sebuah ‘Parameter Emosional’ yang menjadi spirit berkaya sekali gus ikon branding kita sebagai sebuah institusi berkecerdasan.

Dari sinilah saya kemudian mendefinisikan SYSN Factor dalam Sistem Inovasi UNS. Faktor ini memuat empat simpul penting dalam jejaring manajemen Rumah Besar kita. Keempatnya meliputi Pembantu Rektor I, Sekolah Pascasarjana, LPPM dan LPP. Dalam perspektif saya, semoga SYSN Factor ini menjadi sebenar-benarnya berkah Tuhan, kebenaran yang bukan kebetulan. Saya mengenal [bahkan secara pribadi] keempatnya sebagai sosok dengan integritas akademik dan kepribadian yang terpercaya. Oleh karena itu maka – bagi saya – kearifan dan visi kepemimpinan Rektor sebagai pemimpin utama menjadi ‘condition’ bagi munculnya pusaran baru dalam cara kita berkreasi.

Ruang berpusar yang bebas bagi SYSN Factor akan menyajikan padang tanpa sempadan bagi munculnya pusaran-pusaran baru aktivitas berkreasi kita. Saya percaya bahwa dengan keselarasan yang terjaga kita bisa mengubah riak enampuluh persen scholar kita sebagaimana yang telah disinggung di depan menjadi sebaran kekuatan baru. Pun dua puluh persen yang dulunya tertidur bertransformasi menjadi benih yang berkekuatan untuk tumbuh. Inilah esensi dari Long Tail Innovation Perspective, dimana setiap scholar bertransformasi sebagai penyumbang aktif secara selaras sesuai dengan tingkat energy mereka masing-masing. Peran kelanjutan dari system inovasi kemudian adalah menjaga dinamika agar setiap entitas dapat tereksitasi ke tingkat energy berprestasi yang lebih tinggi sesuai pusaran masa.

Itulah yang saya sebut – sebagaimana yang telah saya ungkapkan lebih setahun silam – sebagai Reborn UNS. Sebuah proses kelahiran kembali untuk merajut kejayaan melalui migrasi perspektif dengan menyertakan pertimbangan aspek-aspek Emotional Branding dan kesadaran akan fakta demografis cakupan aktivitas dan layanan kita. Reborn UNS itu mengandung pengertian Warna Indonesia dalam Balutan Kualitas Berkelas Dunia. Yang demikian itu adalah Cinta yang terukir dalam warna darah; mengalirkan isyarat dalam setiap simpul syaraf.

What do you think?